Seberapa sering kita menghakimi orang lain tanpa kita tahu apa yang pernah menimpa hidupnya sebelumnya?
Siang itu seperti biasa saya sedang bertugas di poli rawat jalan sebuah rumah sakit di Surabaya. Ada seorang pemuda usia pertengahan 20-an datang untuk mengambil obat karena penyakit yang dideritanya. Pemuda ini terkena HIV/AIDS dalam usia yang masih cukup muda.
Mungkin anda terkejut, tetapi di tempat saya bekerja, banyak orang datang karena penyakit HIV tiap bulan dan tidak lagi merasa harus menyembunyikan hal itu.
Penyakit yang sudah menjadi stigma negatif di masyarakat kita. Sebut saja nama pemuda ini Roy. Selang beberapa lama, saya menjadi lebih mengenal Roy karena dia juga sebagai relawan aktif HIV/AIDS.
Relawan ini bertugas untuk membawa teman- temannya yang terkena virus mematikan ini untuk mau memeriksakan diri dan mendapat pengobatan. Bahkan relawan- relawan ini yang merawat teman sesama penderita yang opname dan mengurus administrasi jika tidak ada keluarga yang merawat. Para relawan ini kebanyakan sesama penderita HIV/AIDS dengan berbagai macam latar belakang. Mulai dari ibu rumah tangga, bekas pemakai narkoba, pelaku free sex, LGBT, dan sebagainya.
Saya berkesempatan ngobrol dengan Roy, ini petikan obrolan saya dengan Roy
Saya: Bagaimana kamu bisa terjerumus ke dunia ini?
Roy: Ceritanya panjang, Dok. Awalnya pacar saya yang kena, waktu itu saya ga tau apa- apa soal penyakit ini, tiba- tiba pacar saya ini meninggal setelah 3 bulan sakit. Kok ya setelah itu 6 bulan kemudian saya sakit, dan terdiagnosis HIV. Waktu itu saya pikir, matilah saya. Tapi, kok ya saya bisa sehat lagi. Akhirnya saya rutin berobat sampai sekarang.
Saya: Pacarmu kena HIV dari mana Roy?
Roy: Mana saya tau, Dok. Mungkin dari pacar sebelumnya. Pacar saya itu cowok, Dok, salah satu penyiar radio di kota ini.
Saya: Oooo.. cowok.. (sambil berusaha tetap tenang) trus sekarang kamu tinggal sama siapa? Keluargamu tahu kalau kamu sakit seperti ini?
Roy: Keluarga tahu, Dok, awalnya kaget tapi lama- lama bisa menerima. Keluarga saya keluarga baik- baik. Ibu saya guru, bapak saya petani. Kami tinggal di desa. Tapi sekarang saya tinggal bersama pacar saya yang sekarang. Ganteng banget lho, Dok, pacar saya sekarang (sambil menunjukkan foto pemuda yang tegap dan gagah di gawainya). Kami tinggal di kost. Pacar saya kerja di salah satu mall di sini, saya penyiar radio kalau malam. Dokter bisa dengar saya di radio (sensor) tiap malam.