Dalam proses pertumbuhan hidup, luka adalah bagian yang tak terhindarkan.
Coba amati sejenak, barangkali masih ada bekas luka di tubuh kita. Luka akibat jatuh naik sepeda, digigit anjing, bekas operasi, atau yang lain-lainnya. Luka itu mengingatkan kita pada peristiwa tertentu, dan meninggalkan bekas di tubuh.
Pada umumnya, sedapat mungkin kita mencoba menutup luka itu agar tak terlihat oleh orang lain. Tak indah, bukan? Juga akan mengundang tanya apa yang menyebabkannya terjadi.
Seperti luka di tubuh, demikian pula luka hati. Ia mengingatkan kita pada peristiwa tertentu yang menyakitkan. Luka akibat perkataan atau perbuatan tertentu yang biasanya datang dari orang-orang terdekat.
Bukankah mereka yang kita cintai dan mencintai kita ada dalam posisi terbaik untuk melukai?
Luka di hati itu meninggalkan bekas, walau tak terlihat. Luka itu mempengaruhi perkataan dan perbuatan kita.
“Pasti Pak Wepe belum pernah menangani kasus seperti saya, kan?”
Saya sering kali mendengar kalimat ini setelah percakapan di ruang konseling. Berulang kali, dan bahkan hampir pasti, di ujung percakapan.
Saya memahami bahwa setiap situasi itu bersifat unik dan khas. Namun, toh, ada tema-tema yang relatif sama, soal perselingkuhan, pengabaian, dan kekerasan, misalnya.
“Sebenarnya, sih, kasus seperti ini biasa terjadi. Ada puluhan, bahkan ratusan kasus sejenis pernah saya dengarkan,” ingin saya mengatakan kalimat ini. Tapi, hati tentu tak tega.
Saya belajar bahwa bukan berlebihan ketika orang-orang itu mengatakan bahwa kasus mereka unik dan mungkin belum pernah terjadi. Tetapi, ya, begitulah luka hati. Ia memisahkan kita dari orang-orang lain. Ia mengisolasi kita dengan rasa sepi dan sendiri. Membuat kita malu, jika luka itu sampai diketahui orang. Padahal, toh, ternyata kita tak sendiri dengan luka itu.
Sesungguhnya, penyembuhan sering kali berawal dari pengakuan. Dari pengakuan, kita akan menemukan bahwa kita tak sendiri dengan luka itu. Masih ada orang-orang dengan luka yang sama.
Keterbukaan kita akan menjadi magnet bagi orang-orang yang punya pengalaman serupa. Kita tak lagi merasa sendiri. Tak perlu merasa malu.
Keterbukaan yang menghasilkan kebersamaan selalu adalah jalan menuju pemulihan. Share on X