Tak sengaja saya berjumpa kawan lama ketika menanti penerbangan yang tertunda tanpa kejelasan berapa lama.

“Wah, terbang ke sana sini, ya, untuk pelayanan,” begitu ia membuka percakapan kami.

“Ya, kurang lebih sama, lah, dengan kamu. Terbang sana sini untuk urusan bisnis. Saya dengar kabar kamu makin sukses.” Lama tak berjumpa, toh lewat media sosial saya sering membaca kabar tentangnya.

“Ha ha ha, bisa saja. Saya, sih, sebenarnya berharap suatu hari bisa kayak kamu. Terbang ke sana ke mari, bukan untuk urusan dunia, tapi untuk pekerjaan Tuhan,” sambil mengatakan ini ia memasukkan sebuah smartphone terkini ke sakunya.

“Kalau saya, sih, ya, pingin kayak kamu, bisa beli apa saja tanpa harus berpikir panjang,” jawab saya. Saya sengaja melontarkan kalimat ini karena tahu, beberapa waktu yang lalu ia baru saja membeli sebuah aset yang nilainya sangat tinggi.

“Ah, ga ada puas-puasnya, kok, beli ini dan itu. Senang, terus nanti juga udah lupa. Belum urusan pajak yang bikin sakit kepala,” katanya sambil meneguk air mineral di tangannya.

Percakapan bergulir. Tampaknya ia serius dengan gagasannya tentang menekuni kegiatan rohani setelah suatu saat nanti ia berhenti dari pekerjaannya. Entah kapan.

 

Hidup ini memang aneh.

Mereka yang masih single, ingin menikah. Mereka yang sudah menikah, merindukan kebebasan di masa single-nya.

Mereka yang masih mencari kerja, ingin segera lamaran diterima. Mereka yang sudah bekerja, selalu mengeluh pekerjaan tak ada habisnya.

Mereka yang belum punya anak, mencoba pelbagai cara agar segera punya anak. Mereka yang sudah punya anak, tak henti-hentinya mengeluh tentang perilaku anak-anaknya.

Mereka yang merasa belum sejahtera, terus berusaha mencari uang. Mereka yang sudah meraih kekayaan, berulang kali mengeluh tentang repotnya mengurus aset-aset yang ada.

Di dalam hidup ini, kita selalu mencari apa yang tidak kita miliki. Sementara orang lain, yang sudah memiliki apa yang masih kita cari, bisa saja merasa itu adalah hal yang biasa. Atau malah, beban kehidupan.

 

Semoga pencarian kita berbekal kegelisahan untuk menemukan makna kehidupan. Bukan sekadar ketidakpuasan tanpa alasan.

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here